Senin, 31 Agustus 2015

GOOD BYE

Memejamkan mata sejenak membuat siapa saja yang merasakan kelelahan dapat relax melupakan sebagian besar ketidaknyamanan walau hanya sekejap, aku menyandarkan punggung hingga menemukan posisi dimana raga ini terasa nyaman, kubiarkan otak, mata, dan pikiran beristirahat dengan tenang, namun tidak seperti kebanyakan orang, dipikiranku terus muncul peristiwa hari dimana aku seperti menunggu suatu hal yang tak tersampaikan.

Kepalaku mulai terasa pusing disaat mencoba untuk terus mengingat kejadian itu, tak tau apakah itu pernah terjadi ataukah hanya sekelebat dari pemikiranku saja, mataku memejam dengan sangat rapat dan kurasakan sakit yang menyerang kepalaku, tak jauh dari cahaya didepan, sesosok lelaki datang dengan senyumannya yang mengembang membuat hati terasa tenang dan nyaman, aku ikut tersenyum bahagia saat lelaki itu semakin mendekat berjalan kearahku mengatakan beberapa patah kata yang tak ku ingat dan tak lama kemudian dia berlari menjauh tak meninggalkan jejaknya disana.

Lagu Always be My Baby berputar menjadi backsound orang-orang yang berlari dan membuat lingkaran mengerubungi sesuatu sambil berbisik-bisik dengan ekspresi wajah yang berbeda-beda layaknya datang idola papan atas yang dikelilingi oleh para fansnya. Tak lama terlihat beberapa kunang-kunang yang berterbangan dihadapanku, semakin lama semakin banyak hingga menutupi seluruh pandanganku dari banyaknya orang yang berkumpul dengan kegelapan yang muncul, dadaku terasa sesak seolah oksigen yang ada tak mencukupi paru-paruku, tanganku memijat kepalaku yang semakin pusing. Aku tak tahan lagi dan apa maksud dari semua yang ada didalam pikiran dan batinku mengapa bisa merasakan  yang sebenarnya tidak ku mengerti, berusaha melupakannya namun membuatku semakin terpuruk, mataku mulai memanas hingga tanpa kusadari butiran bening melewati pipiku perlahan, deras, dan semakin tak henti.

Beberapa menit kemudian aku mendengar suara berat memanggil namaku dengan panik seraya mengguncang pundakku beberapa kali, nafasku masih berat untuk kembali teratur, sesekali segukan terdengar diantara butiran bening yang mengalir. “Mitha lu kenapa ? sadar mitha sadar!” suara Pram menggema hanya terdengar samar dalam telingaku, aku mulai berteriak sambil mencengkram kepalaku yang terasa sangat sakit meronta kesakitan menangisi sesuatu yang hampa transparan dan tak terlihat jelas, aku masih belum menyadari dimana dan mengapa aku ini sebenarnya.

Dalam hitungan detik aku sudah merasakan kehangatan yang membuatku sedikit tenang, “Mitha.., tenang mith gue tau apa yang lu rasain gimana sakitnya lu selama ini dan please, jangan kayak gini lagi buat gue khawatir, lawan apa yang lu berusaha ingat itu” tangan Pram menggenggam erat tanganku dan menahan supaya tak mencengkram kepalaku terlalu erat lagi, aku berusaha sekuat tenaga untuk membiarkan oksigen masuk kedalam paru-paruku agar nafasku yang berderu tak karuan kembali tenang.
Mataku mulai membuka perlahan, ku pejamkan mata berulang-ulang berharap agar sisa cairan bening yang masih menghalangi penglihatanku dengan jelas dapat keluar turun melewati pipi, sesosok lelaki yang menyadari bahwa aku sudah mulai tenang dan kembali ke alam sadarku segera melepaskan pelukannya, menatapku dengan pandangan yang sayu dan tatapan khawatir, tangannya mengusap air mataku dengan lembut sampai benar-benar tak tersisa, lalu senyumnya mengembang menenangkanku.

“Mith, gue cuma mau lu nggak memaksakan diri buat inget semua kejadian yang pernah lu alami karena gue yakin lu bakal bersikap seperti tadi, lu nggak tau kan gimana bingungnya gue lihat lu udah kayak kerasukan MH tadi ?” Pram membuka pembicaraan setelah membiarkanku diam selama sekitar sepuluh menit. Pramestyo, lelaki berperawakan tinggi dengan kulit yang tidak begitu putih dan memiliki dada yang bidang, matanya seperti bulan sabit dan hanya terlihat seperti garis saat dia mengembangkan senyumnya yang dapat membuat lawan jenisnya ikut tersenyum, dia adalah sahabat yang sudah kuanggap seperti kakak sendiri, Pram selalu ada disaat aku bahagia maupun terpuruk seperti yang barusaja terjadi.

Aku tersenyum mendengar ucapannya yang dapat terdengar seperti perpaduan antara kemarahan dan kekhawatiran pada nada bicaranya, “Iya, maafin gue Pram, abisnya tuh orang muncul terus di pikiran gue, siapa sih ? nggak sopan banget masuk-masuk pikiran orang seenak jidatnya” Aku hanya melampiaskan kesedihanku dengan mencoba bersikap seperti yang biasanya. Pram dan semua keluargaku tidak pernah mau memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi pada diriku dan kejadian beberapa bulan yang lalu dan apa yang menyebabkanku sampai hilang ingatan pada kejadian sebelumnya, tidak amnesia sepenuhnya sampai melupakan namaku sendiri hanya saja kejadian bulan-bulan sebelumnya dan orang-orang yang berperan pada kejadian itu.

“Udah deh, nggak usah diinget-inget lagi entar lu kumat kayak orang kesurupan MH kan bahaya, gue aja sampe takut entar bisa-bisa lu bunuh gue juga akhirnya” Pram menanggapi kata-kataku dan aku tau bahwa dia mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. “Apaan sih lu pram, udah nggak bolehin gue tau tentang apa yang sebenernya terjadi malah ngatain gue, kenapa sih pada nyembunyiin hal yang buat gue stress ? nggak lu, nggak adik gue, nggak mama papa gue, semuanya. kalian sendiri ya yang buat gue jadi seperti ini jadi jangan sok buat ngatur-ngatur gue!” Alhasil kemarahanku memuncak pada saat itu, aku  yang masih menggebu-gebu mengalihkan pandangan kearah luar jendela melihat rintian hujan yang mlai datang membasahi jendela dan gerbong kereta. “Mith, bukan maksud gue dan keluarga lu buat lu tambah stress, tapi ini demi kebaikan lu” Kata Pramestyo yang mencoba menjelaskan dengan perlahan, namun kekesalanku yang belum mereda membuatku tak ingin mendengar apapun yang dia ucapkan, aku mengambil dan memasang headphone  pada kedua telingaku, kudengar suara desah pasrah dari Pram dan deru gerbong kereta api yang tak lama berganti dengan lagu See You Again, terus ku menatap luar jendela hingga akhirnya aku mulai tertidur.

Kuhirup udara segar dan masih banyak ditumbuhi pepohonan disekitar, tak seperti Jakarta yang sudah sesak dengan ratusan mobil dan motor yang berlalu lalang menyebabkan polusi udara yang sungguh menyesakkan, disini, aku pulang ke Malang tempat dimana aku dan Pram dilahirkan, dengan polusi yang tak sebanyak di Jakarta, aku merasakan kebebasan, namun setelah beberapa meter kami berjalan dkeluar dari stasiun kereta api, dadaku mulai terasa sesak saat melihat kursi taman yang berada disekitar taman depan stasiun, tak lagi kebebasan yang ada dalam diriku, perasaan itu muncul kembali, namun tak kuhiraukan untuk datang dan menguasaiku.

Kutengok kanan dan kiri mencari keberadaan Pram yang ternyata sudah tidak berada dibelakangku, dulu saat kami bertengkar aku selalu meningalkan Pram tidak peduli siapa yang duluan yang menyebabkan masalah dan Pram yang selalu datang dengan membawa es krim untuk menghiburku dan yang pertama kali meminta maaf, namun sepertinya sekarang Pram sudah lelah untuk peduli denganku karena aku selalu egois dan tidak mengerti bahwa mungkin Pram mempunyai alasan lain mengapa dia tidak membiarkan aku mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu.

Aku memutuskan untuk menuju bangku taman yang berada di seberang stasiun untuk menunggu kehadiran Pram dan berharap dia datang dengan melakukan apa yang dulu selalu dia lakukan padaku pada keadaan yang seperti ini.

Aku merasa bahwa aku pernah ada dalam situasi yang sama seperti sekarang dan sedang menunggu seseorang di tempat ini, aku seperti mengalami de javu yang entah kapan pernah terjadi, tak lama aku melihat sesosok lelaki yang sedang berjalan kearahku dengan mengembangkan senyumnya yang indah, itu Pram, aku ikut mengembangkan senyum saat mengetahui bahwa dia tidak meninggalkanku seperti apa yang ku pikirkan, namun wajah itu tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang terlihat familiar, aku menyipitkan mataku agar lebih jelas melihat wajah lelaki itu, beberapa detik kemudian dentuman hebat seperti menyambar jantungku yang semakin lama berdetak kencang, dadaku sesak, kepalaku mulai pusing tak bisa menahan perasaan itu yang terus menerus menguasaiku, aku melihat dia, dia yang selalu mengisi hari-hariku dengan senyumannya yang menawan, mengajari bagaimana menyayangi orang-orang yang peduli denganku, membuatku mengerti apa itu yang namanya cinta.
****
Sesosok lelaki datang dengan senyumannya yang mengembang membuat hati terasa tenang dan nyaman, aku ikut tersenyum bahagia saat lelaki itu semakin mendekat berjalan kearahku, namun kuubah ekspresiku menjadi berpura-pura marah saat dia sampai menghampiriku “kamu dari mana aja ? nggak tau orang capek nungguin ya?” kataku kesal sambil mengerucutkan bibir, “iya iyaa, masa gitu aja marah sih ? maafin aku dong bek tadi itu aku udah berangkat setengah jam dari rumah tapi gara-gara macet jadinya telat sampai sini, jangan ngambek dong bek, bibir mu tuh makin dower kayak bebek asli hahaha” Gilang menjelaskan panjang lebar diakhiri dengan mencubit bibirku dan tertawa puas karena dia tau bahwa aku sedang berpura-pura marah, “dih, sakit tau” kataku mengeluh sambil mengelus bibirku yang memerah dan mungkin memang sudah mirip dengan bibir bebek, “iya iya maaf lagi, eh bek tunggu disini bentar ya ada sesuatu buatmu yang ketinggalan dimobil, jangan kemana-mana yaa” Gilang mengacak rambutku dan segera berlari meninggalkanku, aku yang penasaran hanya terkekeh melihat tingkahnya yang seperti itu.

Sambil menunggu kembalinya Gilang, aku memutar lagu Always be My Baby yang merupakan lagu kesukaan kami berdua, lagu itu dia nyanyikan saat pertama kali menyatakan cintanya padaku secara resmi saat dimana kebahagiaanku bersamanya dimulai. Aku mendengarkan lagu itu dengan penuh penghayatan, namun tiba-tiba suara dentuman keras mengalihkan perhatianku kearah luar taman, kulihat orang-orang berteriak dan berlarian menuju kearah suara tadi berasal, aku beranjak dari duduk dan berjalan menuju lingkaran yang sudah dipenuhi dengan orang-orang yang berbisik dengan ekspresi yang berbeda, dibawah mereka tergeletak sesosok lelaki dengan darah segar yang mengalir, aku melihat tangannya yang menggenggam wadah cincin yang berbentuk hati dengan warna merah marun, jantungku berdetak kencang berharap apa yang kupikirkan saat ini tidaklah benar, aku menyerobot kumpulan orang-orang itu untuk memastikan bahwa dugaanku memang salah, namun nampaknya tuhan tidak mendengar harapanku, saat mataku beralih melihat wajahnya, jantungku terasa seperti dihantam beribu-ribu beton, cairan bening dimataku turun dengan bebasnya dan kakiku terasa lemas tak sanggup menompang tubuhku sendiri saat mengetahui bahwa lelaki yang tergeletak tak sadarkan diri itu adalah Gilang, aku tak kuat bertahan melihatnya hingga pandanganku berubah menjadi gelap.
*****
Perlahan aku membuka mataku saat mendengar suara tangisan yang arahnya tidak jauh denganku, badanku terasa sangat lemas saat mengingat kejadian beberapa bulan lalu yang sempat hilang dari ingatanku, namun hatiku mulai tenang saat tanganku merasakan kehangatan dari genggaman tangan seseorang yang berada disampingku, kulihat Pram dengan wajah yang sangat sedih bercampur khawatir segera mengusap air matanya yang sudah melewati pipi dan berusaha mengembangkan senyumnya saat tau bahwa aku telah sadar,  “gue udah inget, Pram” kataku juga berusaha tersenyum. “iya, gue tau, gue khawatir banget sewaktu lu tadi tiba-tiba teriak histeris mukul-mukul kepala lu sendiri dan lu nggak tau kan betapa takutnya gue lihat lu kayak gitu bahkan lebih parah dari yang kemaren sambil manggil-manggil nama…..” Pram tidak melanjutkan pembicaraannya dan memilih untuk memalingkan wajah walaupun aku mengetahui siapa nama yang akan Pram sebutkan, “Pram, aku mau ke makamnya Gilang” kataku yang membuat Pram menoleh lagi kearahku, dia menghela nafas dan hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Aku membiarkan lututku menyentuh rerumputan hijau dan angin yang menerpa rambutku dengan halusnya, seolah angin pun menyambut kehadiranku di antara nisan-nisan yang terlihat kusam, Gilang Aditya bin Ismail, Lahir : Malang, 20 Februari 1993, Wafat : Malang, Selasa 26 Maret 2013, tertulis beberapa kalimat yang menyebabkan beberapa sayatan batin pada diriku, mengikhlaskannya adalah salah satu cara agar dia bahagia dialam yang sudah berbeda denganku, kubiarkan butir cairan bening menetes perlahan melewati pipiku ikut merasakan perihnya kebahagiaan yang telah kandas dan hanya tersisa beberapa kenangan dalam benakku.

Ingatanku telah kembali dan aku tak akan membiarkan kenangan yang kulalui bersamanya hilang tanpa jejak seperti yang sebelumnya terjadi, meskipun saat aku kehilangan beberapa memori terakhirku bersamanya, dia selalu ada di dalam benak dan kerinduanku. good bye senyummu yang menawan dan menenangkan, good bye kamu yang selalu membuatku tertawa atas tingkah konyolmu, good bye kamu yang mengajarkanku arti ketulusan, good bye kamu yang selalu mencintaiku sampai akhirmu, good bye……. GILANG.